Sabtu, 15 Mei 2010

Decision Maker

“Decision Maker”

Hujan menyisakan buram dikaca jendela. Rasa dingin kuat menusuk tulang. Well, rasanya malas sekali hari ini pergi kekantor. But, I have no choice!!
Dengan enggan kubuka agenda kerja hari ini sekedar mengingatkan diriku sendiri bahwa setumpuk pekerjaan menanti kehadiranku dikantor.

09:00 Kirim driver ke airport, Engineer datang dari Narita - Japan
10:00 Ke AMRO Bank ambil dana untuk pembelian hose
11:00 Meeting dengan Mr. Nur Imigrasi, follow up Passport dan KITAS
12:00 Lunch meeting Andika Bahtera Hotel
14:00 Telp Grundfost , genset Tanjung Santan overhauled
14:00 Telp Dunia Safety, order safety equipments
14:30 Translate technical meeting: Engineer – local workers

Mataku terbelalak melihat masih ada sederetan lagi aktivitasku hari ini. Bisa kubayangkan hari inipun tak bisa mengelak dari dinner meeting dengan Mr. Karatsu. Belum lagi jika besok bos pulang ke Tokyo, segala urusan kantor harus bisa ku handle. Beberapa keputusan harus kuambil, maklum saja beliau suka pulang lebih dari dua minggu so… dalam beberapa kasus I’m the decision maker sebagai asistennya.


“Bunda mau belanja apa?”

aku terhenyak , sadar dari lamunan. Ternyata, aku sedang berdiri mematung didepan warung sayur ibu tetangga. Ya, dari rumah sudah kuputuskan untuk memasak makanan favorit keluargaku “ayam kecap, capcay, sambel dan kerupuk udang”.

Ternyata keadaan berkata lain, semua rencanaku tidak berjalan. Tak ada ayam, wortel, sawi juga kerupuk yang kucari. Berputar keras otakku sekedar untuk menjawab pertanyaan ibu warung tadi. Uang 50rb ku pastilah cukup untuk membeli apapun yang tersedia diwarung. Tapi sangat sulit untuk memutuskan bahan makanan apa yang harus kubawa pulang. Makanan apa yang akan kusajkan untuk keluargaku hari ini. It’s hard to make a decision…..

Seseorang tiba-tiba berkata…

“Bu, ada tempe sama sawinya kah?”

“Aduh, sudah habis”

“Ya udah itu aja, kacang panjang, tahu sama telor saja deh…”


Aku lirik ibu yang berdiri disebelahku. Berpenampilan sangat sederhana khas ibu rumah tangga, daster batik dan seorang anak kecil digendongannya. Dikeluarkannya selembar uang 10 rb dari saku dasternya dan bergegas pergi….

Aku berkata pelan “bu, besok saja belanjanya, pingin banget ayam kecap”

“Ngga masak yang lain ajakah?”

“Ngga lah, bingung bu mo masak apa?” jawabku sambil nyengir.


Sesampai dirumah kukatakan pada keluargaku tanpa rasa malu….

“Bunda merasa kecil hari ini. Selama ini bunda selalu berpikir, wanita karir adalah sosok wanita yang smart. Karena dia harus mampu menghadapi situasi kerja dan orang-orang yang berbeda dengan sikap profesionalismenya. Membuat keputusan untuk diri sendiri atau mewakili orang lain. Berpikir cepat dan bertindak cepat.”

“Memangnya kenapa nda?” tanya suamiku keheranan mendengar statementku tadi...

"Ternyata seorang ibu rumah tangga adalah wanita yang smart dan decision maker yang luar biasa”

Kuceritakan kembali apa yang terjadi diwarung sayur. Tak bisa kusembunyikan kekagumanku pada seorang ibu rumah tangga sederhana yang dengan cepat membuat keputusan. Keputusan yang mungkin dianggap kecil tetapi membutuhkan keahlian dan pengalaman yang luar biasa untuk melakukannya. Karena ternyata aku belum terlalu mampu.

“Aku tak akan pernah malu jika hanya menjadi ibu rumah tangga saja”. Senyumku mengembang….

Karena kegagalan hari ini, ku katakana pada suami tercintaku ….

“Yah, tolong hari ini belikan ayam kecap ama capcay di Mr. Koki ya..?”

Suami : ….mmmm…

Life is a matter of choice

“ Life is a matter of choice”

Ada orang bijak berkata “ hidup adalah pilihan”. Ketika kecil dulu, terlalu sulit kupahami kata-kata itu. Mungkin karena aku tidak disodorkan dengan pilihan melainkan segala kebaikan yang dipilihkan, atau tak punya pilihan lain. Bagiku dulu itu tidaklah penting. Karena kasih sayang dan cinta mengantarkan aku pada pilihan yang terbaik. Cinta bapak dan ibu, kakak-kakakku dan semua sahabatku. Aku tidak mengeluh ataupun bersedih atasnya. Kekanakanku membuat segalanya sederhana, ringan tanpa cela. Aku tak perlu protes atau pusing dengan segala yang terjadi. Karena sekali lagi aku tidak pernah harus memilih.

Kemudian datang suatu masa, disaat aku harus mulai peduli dengan segala yang terjadi pada hidup dan semua yang ada bersamaku. Ketika mungkin terjadi benturan dari berbagai pilihan. Pilihanku, pilihan bapak ibuku, pilhan kakak-kakakku juga pilihan sahabat atau teman-temanku. Masa dimana aku mulai punya keinginan untuk memilih. Masa itu sesungguhnya satu fase yang berbeda tapi sekali lagi semua mengalir bersama waktu….

Terkadang aku memaksa dan sedikit nekad dengan pilihanku. Atau menerima pilihan yang harus dijalani dengan sedikit tanda tanya. Terkadang pula dengan ikhlas dan senyum bahagia. Tapi sungguh semua itu tidak membuatku terpengaruh dengan kata-kata orang bijak “hidup adalah pilihan”
Dan ternyata dimasa ini pula sesungguhnya aku belum sungguh-sungguh harus memilih………….
Sekarang, ketika aku bukan hanya seorang anak, bukan hanya seorang adik, bukan hanya sekedar teman dan sahabat tapi menjadinya….aku menjadi seorang ibu, aku menjadi seorang kakak dan berusaha menjadi teman juga sahabat untuk orang lain… ternyata sungguh “Life is a matter of choice”
Tanpa sadar aku memilihkan untuk anakku. “ini bagus nak….!!”, “yang ini saja….!!”, “itu jelek….!!”, “bunda ngga suka itu…!!” ,“kata bunda apa…?!” dan sederet kalimat bernada pilihan. Aku sungguh lupa bahwa aku pernah menjadi anak kecil yang mungkin dengan kekanakannya tak terlalu peduli akan itu. Aku lupa bahwa aku juga pernah merasa berhak untuk memilih…………

Terlintas seketika, dalam hening yang dalam, sebuah coretan yang pernah kubaca……….…
“Anakmu bukan anakmu. Dia adalah titipan alam. Maka biarkanlah dia tumbuh dalam dunianya SENDIRI”

Kasih sayang merubah banyak hal. Cinta kadang membutakan kebijakan. Cinta dan kasih sayang itu terkadang membuat aku lupa bahwa “Life is a matter of choice” bukan kalimat yang diciptakan orang bijak hanya untuk diriku saja. Hingga mengerti akannya, menerimanya, mengerjakannya…..semua terserah aku saja. “It’s up to me”, “It’s my life”

Aku harusnya mengerti bahwa akupun bisa memilih untuk menerima pilihan anakku. Dan dengan keibuanku mampu menerima kekanakkannya, keinginanya dan menghargai pilihannya.
Dan sungguh….itu bukan pilihan yang mudah…..

Anakku…. “Life is REALLY a matter of choice” belajarlah bersamaku……..

:: Ucish